Friday, October 9, 2009

Kampung yang tertinggal

Jawa dikodratkan memiliki faktor-faktor geografi yang menguntungkan. Dari semua pulau di Indonesia di Jawalah penduduknya berkembang sebagai faktor-faktor klimatologis yang mendukung pertanian. Bukan suatu kebetulan bila kolonialis Belanda membuat Jawa jadi pusat imperium dunianya di luar Eropa. Di antara budaya tradisional Jawa yang terasa menekan ini adalah "tepo-sliro", kehidupan kekuasaan sekarang dinamai dengan bahasa Inggris "self-cencorship". Nampaknya elit kekuasaan malu menggunakan nama aslinya.

Dengan demikian menjadi salah satu faset dalam kehidupan modern Indoensia bagaimana orang menyembunyikan atavitas/atavisme. Saya cenderung memasukkan sastra golongan ketiga ini ke dalam sastra avant garde. Saya nilai pengarangnya mempunyai keberanian mengevaluasi dan mereevaluasi budaya dan kekuasaan yang mapan. Dan sebagai individu seorang diri sebaliknya ia pun harus menanggung seorang diri pukulan balik setiap individu lain yang merasa terancam kemapanannya. Jadi sampai seberapa jauh karya sastra dapat berbahaya bagi

Sangat menyedihkan di zaman yang serba modern sekarang ini, masih ada kampung yang tidak terjamah oleh aliran listrik dan sarana jalan yang memadai. Sebut saja Kampung Adisana Rt. 10/05 kecamatan Bumiayu . Hampir semua aktivitas warga dilalui dengan suasana yang tidak kondusif, dari sarana jalan yang sampai saat ini belum pernah dibangun oleh pemerintah daerah setempat. Jalan yang selama ini dilalui masyarakat tidak lain adalah hasil swadaya masyarakat, itu juga terlihat masih tidak layak selain di pinggir-pinggir jalan terdapat jurang yang curam untuk dilalui kendaraan roda dua

No comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Redesign by Indonez